Senin, 14 April 2014

Belajar.... I am in LOve..

Empat tahun lalu saya merasa Shock Future (2006 – 2010) akibat belum memahami ilmu yang kupelajari di tanah rantau. Tulisan ini sedikit banyak menguatkan prinsip hidup yang saya buat dulu. Bahwa kuliah tidak hanya untuk memperoleh pekerjaan dan sekedar pemenuhan perut tapi lebih kepada menjadi manusia pembelajar yang selalu memberi manfaat tidak hanya bagi dirinya tapi bagi sesama.
 Semoga bertahan hingga hari ini.# istiqomah.

 BANGSA "PENYEDIA KULI" UNTUK SELURUH DUNIA
Pada tanggal 2 Desember 2009, saya memberikan materi di Pelatihan Menulis Ilmiah Jilid II. Saya berbicara tentang kondisi pendidikan kita yang menyedihkan: dari mulai dosen yang gombal dan sekolah sampai S3 pun cuma buat jabatan dan golongan, tidak punya gairah dan kecintaan terhadap pengetahuan yang menjadi bidangnya, membuat tulisan ilmiah asal-asalan (bayangkan, ada dosen membuat disertasi dengan tema "Konsep Tauhid menurut Muhammmad Abduh sebagaimana tertuang dalam Kitab Tauhid-nya", itu sih resensi, masak bisa jadi disertasi???), dan diimbangi oleh mahasiswa yang doyan main game saban malam dengan alasan penghilang stress akibat beban kuliah padahal IP-nya juga cuma dua koma alhamdulillah, dan sebagainya, dan sebagainya....

Salah satu hal yang sangat saya sesalkan adalah orientasi pendidikan kita. Seolah pendidikan itu untuk membuat peserta didik bisa menjadi mapan secara ekonomi di masa depan. Akhirnya muncullah promosi-promosi sekolah yang berorientasi "profesional", bunyinya: kuliah cepat, mudah dapat kerja dan bergengsi. Bahkan Presiden kita pun menghimbau para pendidik untuk mencetak peserta didik agar siap kerja atau malah menciptakan lapangan pekerjaan. Sejak kapan sih pendidikan buat mencetak orang untuk semata berorientasi pada kemapanan ekonomi? Pendidikan hanya mengajar hal-hal yang pragmatis agar orang bisa bekerja sewaktu lulus nanti. Bakat keilmuan, wah mohon maaf, harap minggir dulu deh, Indonesia lagi fokus sama urusan perut. Pendidikan sekarang harus fokus untuk mencetak manusia bermental kuli upahan sebanyak-banyaknya...

Nah, yang membuat saya terkejut, ternyata ada salah satu peserta yang berasal dari DIKNAS. Dia berkata bahwa setelah mendengar paparan saya, dia merinding, karena di DIKNAS Bandung sudah dicanangkan bahwa tahun 2015 diproyeksikan ada 70% lulusan sekolah kejuruan dan hanya 30% lulusan SMU, dengan harapan akan semakin banyak orang yang lulus SMA bisa terserap ke dunia profesional, atau eksplisitnya siap jadi "kuli upahan" dalam berbagai bentuk. Saya menjawab bahwa saya juga balik merinding mendengar hal ini. Rupanya para pemimpin bangsa kita sedang mengarahkan bangsa ini untuk beramai-ramai menjadi dan bermental kuli. Apakah mereka tidak mempertimbangkan berapa persen dari 70% itu yang berbakat menjadi fisikawan? biolog? dokter? filsuf? sosiolog? dan sebagainya? dan sebagainya? Para pemimpin yang punya kuasa membuat policy itu hanya memukul rata begitu saja: "mari kita ciptakan bangsa ini menjadi bangsa yang menyediakan kuli dan bermental kuli".
Ya Allah, apakah ini masa depan Indonesia? Dari mulai TKI atau TKW yang tidak tamat SD sampai mereka yang lulus bangku kuliah, semuanya sama, bermentalitas kuli. Gak penting mencari ilmu yang mendasar dan mendalam, yang penting dapat kerja dan bisa bertahan hidup, lebih bagus kalau kaya raya.
Bagaimana mau lahir pemikir dan ilmuwan besar, kalau pendidikan sekolah tidak mengalirkan anak pada energi minimalnya, lalu bimbingan belajar hanya mengajarkan cara cepat menyelesaikan soal dan bukan mengajarkan kenapa rumus ini demikian? Apa pemikiran mendasarnya sehingga rumus itu jadi demikian?
Kalau pendidikan cuma mengarahkan orang jadi 'tukang nyelesein soal' lalu 'lulus dengan nilai baik' kemudian 'siap jadi koeli berdasi' maka lupakan soal semua potensi yang kita punya dalam diri kita sendiri.
Duh Gusti, itu kan kualitas hidup kayak tumbuhan, hanya sebatas kehidupan nutritif saja. Ke arah itukah para pemegang policy pendidikan mengarahkan masa depan bangsa ini?

Roy Voragen, seorang filsuf ganteng dari Belanda yang kini memilih tinggal di Bandung, pernah berkata: Hal paling mendasar yang harus dibenahi di Indonesia adalah pendidikan. Malu sekali Roy mendengar ucapanmu, karena bangsa saya sendiri gak merasa ada yang salah dengan orientasi pendidikannya....

(Alfathri Adlin, yang selalu remuk redam setiap kali melihat dan mendengar kondisi pendidikan di Indonesia...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar