Senin, 02 Desember 2013

Oposisi

Istilah oposisi mungkin menjadi hal yang asing sekaligus aneh untuk sebuah kepemimpinan mahasiswa apalagi jika dikaitkan dengan Usia kelembagaan. Namun kematangan individu maupun organisasi, usia tidak menjadi alat ukur yang bijaksana. Dan kalaupun istilah oposisi erat kaitannya dengan politik pemerintahan dan ketika mahasiswa menggunakan istilah oposisi dalam kelembagaannya dirasa hal yang tidak etis. Bukankah mahasiswa yang nantinya akan menjadi director of change adalah mereka yang harus peka dengan dinamika social politik yang ada disekitarnya?, Bukankan kampus melalui lembaga kemahasiswaan adalah  praktek – praktek politik kecil yang kita lakukan ?, Bukankah universitas adalah miniature sebuah negara?,  Bukankah kampus adalah miniature kita bernegara ?. menurut saya yang menjadi kegelisahan mahasiswa dan politik bukan pada prakteknya tapi nilai – nilai idealisme kelembagaan yang ditakutkan hanya berumur kampus.

Periode kepemimpinan tahun ini Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional mengusung calonnya dan kalah. Lalu mengambil inisiatif untuk beroposisi yang artinya punya pandangan berbeda dengan kepemimpinan Eksekutif Mahasiswa yang baru, yang artinya menolak ikut serta  bergabung dalam kepengurusan  kepemimpinan Eksekutif Mahasiswa yang baru.

Pertanyaan dan pernyataan muncul. Kenapa harus oposisi?, Usia BEM masih muda,  butuh pembenahan lebih lanjut  tidak perlulah beroposisi, mari  kita bangun bersama. Dalam hal ini saya pribadi melihatnya bukan salah benar. Tapi sebuah potret aktifitas kelembagaan yang tidak bisa dilihat hanya satu imajinasi, banyak imajinasi yang mungkin saja terjadi. Bukankah dulu diawal pembentukan  BEM UNIFA, BEM sudah memulai aksinya dengan menentang kampusnya sendiri dan usia BEM kala itu baru saja lahir. Sekali lagi usia bukanlah alat ukur yang bijaksana.


Tentunya, Pihak yang memilih oposisi dituntut untuk tetap memberikan kritik yang bersifat konstruktif bukan memperlihatkan sikap arogan, paling benar.  Pihak yang dioposisikan dituntut untuk belajar menerima hal – hal yang tidak sepaham, tidak sejalur  dan tentunya akan menambah khasanah berfikir khususnya analisis strategis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar