Empat tahun lalu
saya merasa Shock Future (2006 – 2010) akibat belum memahami ilmu yang
kupelajari di tanah rantau. Tulisan ini sedikit banyak menguatkan prinsip hidup
yang saya buat dulu. Bahwa kuliah tidak hanya untuk memperoleh pekerjaan dan
sekedar pemenuhan perut tapi lebih kepada menjadi manusia pembelajar yang
selalu memberi manfaat tidak hanya bagi dirinya tapi bagi sesama.
Semoga bertahan hingga hari ini.# istiqomah.
BANGSA
"PENYEDIA KULI" UNTUK SELURUH DUNIA
Pada tanggal 2 Desember 2009,
saya memberikan materi di Pelatihan Menulis Ilmiah Jilid II. Saya berbicara
tentang kondisi pendidikan kita yang menyedihkan: dari mulai dosen yang gombal
dan sekolah sampai S3 pun cuma buat jabatan dan golongan, tidak punya gairah
dan kecintaan terhadap pengetahuan yang menjadi bidangnya, membuat tulisan
ilmiah asal-asalan (bayangkan, ada dosen membuat disertasi dengan tema
"Konsep Tauhid menurut Muhammmad Abduh sebagaimana tertuang dalam Kitab
Tauhid-nya", itu sih resensi, masak bisa jadi disertasi???), dan diimbangi
oleh mahasiswa yang doyan main game saban malam dengan alasan penghilang stress
akibat beban kuliah padahal IP-nya juga cuma dua koma alhamdulillah, dan
sebagainya, dan sebagainya....
Salah satu hal yang sangat saya
sesalkan adalah orientasi pendidikan kita. Seolah pendidikan itu untuk membuat
peserta didik bisa menjadi mapan secara ekonomi di masa depan. Akhirnya
muncullah promosi-promosi sekolah yang berorientasi "profesional",
bunyinya: kuliah cepat, mudah dapat kerja dan bergengsi. Bahkan Presiden kita
pun menghimbau para pendidik untuk mencetak peserta didik agar siap kerja atau
malah menciptakan lapangan pekerjaan. Sejak kapan sih pendidikan buat mencetak
orang untuk semata berorientasi pada kemapanan ekonomi? Pendidikan hanya
mengajar hal-hal yang pragmatis agar orang bisa bekerja sewaktu lulus nanti.
Bakat keilmuan, wah mohon maaf, harap minggir dulu deh, Indonesia lagi fokus
sama urusan perut. Pendidikan sekarang harus fokus untuk mencetak manusia
bermental kuli upahan sebanyak-banyaknya...
Nah, yang membuat saya terkejut,
ternyata ada salah satu peserta yang berasal dari DIKNAS. Dia berkata bahwa
setelah mendengar paparan saya, dia merinding, karena di DIKNAS Bandung sudah
dicanangkan bahwa tahun 2015 diproyeksikan ada 70% lulusan sekolah kejuruan dan
hanya 30% lulusan SMU, dengan harapan akan semakin banyak orang yang lulus SMA
bisa terserap ke dunia profesional, atau eksplisitnya siap jadi "kuli
upahan" dalam berbagai bentuk. Saya menjawab bahwa saya juga balik
merinding mendengar hal ini. Rupanya para pemimpin bangsa kita sedang
mengarahkan bangsa ini untuk beramai-ramai menjadi dan bermental kuli. Apakah
mereka tidak mempertimbangkan berapa persen dari 70% itu yang berbakat menjadi
fisikawan? biolog? dokter? filsuf? sosiolog? dan sebagainya? dan sebagainya?
Para pemimpin yang punya kuasa membuat policy itu hanya memukul rata begitu
saja: "mari kita ciptakan bangsa ini menjadi bangsa yang menyediakan kuli
dan bermental kuli".
Ya Allah, apakah ini masa depan Indonesia?
Dari mulai TKI atau TKW yang tidak tamat SD sampai mereka yang lulus bangku
kuliah, semuanya sama, bermentalitas kuli. Gak penting mencari ilmu yang
mendasar dan mendalam, yang penting dapat kerja dan bisa bertahan hidup, lebih
bagus kalau kaya raya.
Bagaimana mau lahir pemikir dan
ilmuwan besar, kalau pendidikan sekolah tidak mengalirkan anak pada energi
minimalnya, lalu bimbingan belajar hanya mengajarkan cara cepat menyelesaikan
soal dan bukan mengajarkan kenapa rumus ini demikian? Apa pemikiran mendasarnya
sehingga rumus itu jadi demikian?
Kalau pendidikan cuma mengarahkan
orang jadi 'tukang nyelesein soal' lalu 'lulus dengan nilai baik' kemudian
'siap jadi koeli berdasi' maka lupakan soal semua potensi yang kita punya dalam
diri kita sendiri.
Duh Gusti, itu kan kualitas hidup
kayak tumbuhan, hanya sebatas kehidupan nutritif saja. Ke arah itukah para
pemegang policy pendidikan mengarahkan masa depan bangsa ini?
Roy Voragen, seorang filsuf
ganteng dari Belanda yang kini memilih tinggal di Bandung, pernah berkata: Hal
paling mendasar yang harus dibenahi di Indonesia adalah pendidikan. Malu sekali
Roy mendengar ucapanmu, karena bangsa saya sendiri gak merasa ada yang salah
dengan orientasi pendidikannya....
(Alfathri Adlin, yang selalu remuk redam setiap kali
melihat dan mendengar kondisi pendidikan di Indonesia...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar